Rabu, Oktober 08, 2008

Tersenyum dengan Ikhlas

(cerita dari seorang mahasiswi di Jerman)

Saya adalah ibu dan baru saja menyelesaikan kuliah saya. Kelas terakhir yang
harus saya ambil adalah Sosiologi. Sang Dosen sangat inspiratif, dengan kualitas
yang saya harapkan setiap orang memilikinya.
Tugas terakhir yang diberikan ke para siswanya diberi nama "Smiling."
Seluruh siswa diminta untuk pergi ke luar dan memberikan senyumnya kepada tiga
orang asing yang ditemuinya dan mendokumentasikan reaksi mereka. Setelah itu
setiap siswa diminta untuk mempresentasikan didepan kelas. Saya adalah seorang
yang periang, mudah bersahabat dan selalu tersenyum pada setiap orang. Jadi,
saya pikir,tugas ini sangatlah mudah.

Setelah menerima tugas tsb, saya bergegas menemui suami saya dan anak bungsu
saya yang menunggu di taman di halaman kampus, untuk pergi kerestoran
McDonald's yang berada di sekitar kampus. Pagi itu udaranya sangat dingin
dan kering. Sewaktu suami saya akan masuk dalam antrian, saya menyela dan
meminta agar dia saja yang menemani si Bungsu sambil mencari tempat duduk yang
masih kosong.

Ketika saya sedang dalam antrian, menunggu untuk dilayani, mendadak setiap
orang di sekitar kami bergerak menyingkir, dan bahkan orang yang semula antri
dibelakang saya ikut menyingkir keluar dari antrian.

Suatu perasaan panik menguasai diri saya, ketika berbalik dan melihat mengapa
mereka semua pada menyingkir ? Saat berbalik itulah saya membaui suatu "bau
badan kotor" yang cukup menyengat, ternyata tepat di belakang saya berdiri
dua orang lelaki tunawisma yang sangat dekil! Saya bingung, dan tidak mampu
bergerak sama sekali.

Ketika saya menunduk, tanpa sengaja mata saya menatap laki-laki yang lebih
pendek, yang berdiri lebih dekat dengan saya, dan ia sedang
"tersenyum" kearah saya.
Lelaki ini bermata biru, sorot matanya tajam, tapi juga memancarkan kasih
sayang. Ia menatap kearah saya, seolah ia meminta agar saya dapat menerima
'kehadirannya' ditempat itu.

Ia menyapa "Good day!" sambil tetap tersenyum dan sembari menghitung
beberapa koin yang disiapkan untuk membayar makanan yang akan dipesan. Secara
spontan saya membalas senyumnya, dan seketika teringat oleh saya 'tugas'
yang diberikan oleh dosen saya. Lelaki kedua sedang memainkan tangannya dengan
gerakan aneh berdiri di belakang temannya. Saya segera menyadari bahwa lelaki
kedua itu menderita defisiensi mental, dan lelaki dengan mata biru itu adalah
"penolong"nya. Saya merasa sangat prihatin setelah mengetahui bahwa
ternyata dalam antrian itu kini hanya tinggal saya bersama mereka,dan kami
bertiga tiba2 saja sudah sampai didepan counter.

Ketika wanita muda di counter menanyakan kepada saya apa yang ingin saya pesan,
saya persilahkan kedua lelaki ini untuk memesan duluan. Lelaki bermata biru
segera memesan "Kopi saja, satu cangkir Nona." Ternyata dari koin yang
terkumpul hanya itulah yang mampu dibeli oleh mereka (sudah menjadi aturan
direstoran disini, jika ingin duduk di dalam restoran dan menghangatkan tubuh,
maka orang harus membeli sesuatu). Dan tampaknya kedua orang ini hanya ingin
menghangatkan badan.

Tiba2 saja saya diserang oleh rasa iba yang membuat saya sempat terpaku
beberapa saat, sambil mata saya mengikuti langkah mereka mencari tempat duduk
yang jauh terpisah dari tamu2 lainnya, yang hampir semuanya sedang mengamati
mereka.. Pada saat yang bersamaan, saya baru menyadari bahwa saat itu semua mata
di restoran itu juga sedang tertuju ke diri saya, dan pasti juga melihat semua
'tindakan' saya.

Saya baru tersadar setelah petugas di counter itu menyapa saya untuk ketiga
kalinya menanyakan apa yang ingin saya pesan. Saya tersenyum dan minta diberikan
dua paket makan pagi (diluar pesanan saya) dalam nampan terpisah.

Setelah membayar semua pesanan, saya minta bantuan petugas lain yang ada di
counter itu untuk mengantarkan nampan pesanan saya ke meja/tempat duduk suami
dan anak saya. Sementara saya membawa nampan lainnya berjalan melingkari sudut
kearah meja yang telah dipilih kedua lelaki itu untuk beristirahat. Saya
letakkan nampan berisi makanan itu di atas mejanya, dan meletakkan tangan saya
di atas punggung telapak tangan dingin lelaki bemata biru itu, sambil saya
berucap "makanan ini telah saya pesan untuk kalian berdua."

Kembali mata biru itu menatap dalam ke arah saya, kini mata itu mulai basah
ber-kaca2 dan dia hanya mampu berkata "Terima kasih banyak, nyonya."
Saya mencoba tetap menguasai diri saya, sambil menepuk bahunya saya berkata
"Sesungguhnya bukan saya yang melakukan ini untuk kalian, Tuhan juga berada
di sekitar sini dan telah membisikkan sesuatu ketelinga saya untuk menyampaikan
makanan ini kepada kalian."

Mendengar ucapan saya, si Mata Biru tidak kuasa menahan haru dan memeluk lelaki
kedua sambil terisak-isak. Saat itu ingin sekali saya merengkuh kedua lelaki
itu.

Saya sudah tidak dapat menahan tangis ketika saya berjalan meninggalkan mereka
dan bergabung dengan suami dan anak saya, yang tidak jauh dari tempat duduk
mereka. Ketika saya duduk suami saya mencoba meredakan tangis saya sambil
tersenyum dan berkata "Sekarang saya tahu, kenapa Tuhan mengirimkan dirimu
menjadi istriku, yang pasti, untuk memberikan 'keteduhan' bagi diriku
dan anak-2ku! " Kami saling berpegangan tangan beberapa saat dan saat itu
kami benar2 bersyukur dan menyadari,bahwa hanya karena 'bisikanNYA' lah
kami telah mampu memanfaatkan 'kesempatan' untuk dapat berbuat sesuatu
bagi orang lain yang sedang sangat membutuhkan.

Ketika kami sedang menyantap makanan, dimulai dari tamu yang akan meninggalkan
restoran dan disusul oleh beberapa tamu lainnya, mereka satu persatu menghampiri
meja kami, untuk sekedar ingin 'berjabat tangan' dengan kami.

Salah satu diantaranya, seorang bapak, memegangi tangan saya, dan berucap
"Tanganmu ini telah memberikan pelajaran yang mahal bagi kami semua yang
berada disini, jika suatu saat saya diberi kesempatan olehNYA, saya akan lakukan
seperti yang telah kamu contohkan tadi kepada kami."

Saya hanya bisa berucap "terimakasih" sambil tersenyum. Sebelum
beranjak meninggalkan restoran saya sempatkan untuk melihat kearah kedua lelaki
itu, dan seolah ada 'magnit' yang menghubungkan bathin kami, mereka
langsung menoleh kearah kami sambil tersenyum, lalu melambai-2kan tangannya
kearah kami. Dalam perjalanan pulang saya merenungkan kembali apa yang telah
saya lakukan terhadap kedua orang tunawisma tadi, itu benar2 'tindakan'
yang tidak pernah terpikir oleh saya. Pengalaman hari itu menunjukkan kepada
saya betapa 'kasih sayang' Tuhan itu sangat HANGAT dan INDAH sekali!

Saya kembali ke college, pada hari terakhir kuliah dengan 'cerita' ini
ditangan saya. Saya menyerahkan 'paper' saya kepada dosen saya. Dan
keesokan harinya, sebelum memulai kuliahnya saya dipanggil dosen saya ke depan
kelas, ia melihat kepada saya dan berkata, "Bolehkah saya membagikan
ceritamu ini kepada yang lain?" dengan senang hati saya mengiyakan. Ketika
akan memulai kuliahnya dia meminta perhatian dari kelas untuk membacakan paper
saya. Ia mulai membaca, para siswapun mendengarkan dengan seksama cerita sang
dosen, dan ruangan kuliah menjadi sunyi. Dengan cara dan gaya yang dimiliki sang
dosen dalam membawakan ceritanya, membuat para siswa yang hadir di ruang kuliah
itu seolah ikut melihat bagaimana sesungguhnya kejadian itu berlangsung,
sehingga para siswi yang duduk di deretan belakang didekat saya diantaranya
datang memeluk saya untuk mengungkapkan perasaan harunya..

Diakhir pembacaan paper tersebut, sang dosen sengaja menutup ceritanya dengan
mengutip salah satu kalimat yang saya tulis diakhir paper saya .

"Tersenyumlah dengan 'HATImu', dan kau akan mengetahui betapa
'dahsyat' dampak yang ditimbulkan oleh senyummu itu."

Dengan caraNYA sendiri, Tuhan telah 'menggunakan' diri saya untuk
menyentuh orang-orang yang ada di McDonald's, suamiku, anakku, guruku, dan
setiap siswa yang menghadiri kuliah di malam terakhir saya sebagai mahasiswi.
Saya lulus dengan 1 pelajaran terbesar yang tidak pernah saya dapatkan di bangku
kuliah manapun, yaitu: "PENERIMAAN TANPA SYARAT."

Banyak cerita tentang kasih sayang yang ditulis untuk bisa diresapi oleh para
pembacanya, namun bagi siapa saja yang sempat membaca dan memaknai cerita ini
diharapkan dapat mengambil pelajaran bagaimana cara MENCINTAI SESAMA, DENGAN
MEMANFAATKAN SEDIKIT HARTA-BENDA YANG KITA MILIKI, dan bukannya MENCINTAI
HARTA-BENDA YANG BUKAN MILIK KITA, DENGAN MEMANFAATKAN SESAMA!

Jika anda berpikir bahwa cerita ini telah menyentuh hati anda, teruskan cerita
ini kepada orang2 terdekat anda. Disini ada 'malaikat' yang akan
menyertai anda, agar setidaknya orang yang membaca cerita ini akan tergerak
hatinya untuk bisa berbuat sesuatu (sekecil apapun) bagi sesama yang sedang
membutuhkan uluran tangannya!

Orang bijak mengatakan: Banyak orang yang datang dan pergi dari kehidupanmu,
tetapi hanya 'sahabat yang bijak' yang akan meninggalkan JEJAK di dalam
hatimu.
Untuk berinteraksi dengan dirimu, gunakan nalarmu. Tetapi untuk berinteraksi
dengan orang lain, gunakan HATImu! Orang yang kehilangan uang, akan kehilangan
banyak, orang yang kehilangan teman, akan kehilangan lebih banyak! Tapi orang
yang kehilangan keyakinan, akan kehilangan semuanya! Tuhan menjamin akan
memberikan kepada setiap hewan makanan bagi mereka, tetapi DIA tidak melemparkan
makanan itu ke dalam sarang mereka, hewan itu tetap harus BERIKHTIAR untuk bisa
mendapatkannya.

Orang-orang muda yang 'cantik' adalah hasil kerja alam, tetapi
orang-orang tua yang 'cantik' adalah hasil karya seni. Belajarlah dari
PENGALAMAN MEREKA, karena engkau tidak dapat hidup cukup lama untuk bisa
mendapatkan semua itu dari pengalaman dirimu sendiri

3 komentar:

  1. Bu Nel....This story is very goooood You make me crying in front of my PC, thanks, you already open my mind... you are very good friend...hope you always happy with your family.

    I love you friend,

    Solida

    BalasHapus
  2. Hm.....nice to read this note. Yeach, it's all about love, love for yourself, for another, and for our world.

    BalasHapus

a